SUARAUTARA.COM-Isu beredar di media, Pelantikan Dr. Joseph Philip Kambey sebagai Rektor Universitas Negeri Manado (UNIMA) periode 2025-2029 menuai sorotan tajam dari berbagai pihak.
Dugaan plagiarisme yang menyelimuti figur rektor terpilih menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen UNIMA terhadap integritas akademik.
Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makapetor Siouw Florence Kairupan,SH, dan sejumlah alumni UNIMA menyampaikan kritik keras terhadap proses pelantikan yang dinilai mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pernyataan sikap yang dirilis, Selasa (4/2/2025). mereka menegaskan bahwa dugaan pelanggaran akademik ini harus dituntaskan sebelum rektor baru resmi menjabat.
LBH Makapetor Siouw dan alumni UNIMA menekankan bahwa plagiarisme bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk ketidakjujuran ilmiah yang dapat merusak kredibilitas institusi.
“Universitas adalah benteng moral bagi dunia akademik. Jika pemimpin tertinggi universitas tidak bebas dari dugaan pelanggaran akademik, bagaimana kita bisa menanamkan nilai kejujuran kepada mahasiswa?” ujar seorang alumni.
Dugaan plagiarisme ini bukan sekadar isu internal UNIMA, tetapi juga menjadi perhatian publik dan dunia akademik secara nasional. LBH Makapetor Siouw dan alumni meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi serta Senat UNIMA untuk memberikan klarifikasi terbuka mengenai proses seleksi dan penelusuran dugaan plagiarisme yang menjerat rektor terpilih.
“Kami menuntut transparansi. Jangan sampai ini menjadi keputusan politis yang mengorbankan marwah akademik,” tegas Kairupan.
LBH dan alumni UNIMA khawatir bahwa jika pelantikan tetap dilakukan tanpa penyelesaian yang jelas, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
“Apakah kita ingin mencetak generasi yang percaya bahwa plagiarisme bisa diabaikan asalkan memiliki posisi dan kekuasaan?” kritik salah satu akademisi UNIMA.
Menanggapi kontroversi ini, LBH menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal kasus ini, baik melalui mekanisme akademik maupun jalur hukum.
Mereka mendesak pihak berwenang untuk melakukan investigasi yang objektif dan menyeluruh. Jika ditemukan bukti kuat adanya plagiarisme, tindakan tegas harus diambil agar UNIMA tetap menjadi institusi yang menjunjung tinggi etika akademik.
Sebagai salah satu perguruan tinggi ternama di Sulawesi Utara, UNIMA memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga reputasi akademiknya.
“Jika kepemimpinan universitas dimulai dengan kontroversi yang belum terselesaikan, bagaimana kita bisa berharap UNIMA menjadi pusat keunggulan akademik yang dihormati?” kata seorang dosen senior UNIMA yang ikut mengkritisi pelantikan ini.
LBH dan alumni UNIMA menegaskan bahwa dunia pendidikan tidak boleh menjadi ajang kompromi bagi pelanggaran etika. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dan keputusan yang berpihak pada nilai akademik yang sesungguhnya.
“Dunia akademik harus menjadi benteng moral dan kebenaran, bukan sekadar tempat bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” tutup pernyataan mereka.
Kini, bola panas ada di tangan Kementerian dan Senat UNIMA. (ARA)