Penulis : Rastono
Di jalanan pegunungan yang menghubungkan Parigi dan Palu, ada sebuah area yang memikat banyak hati. Kebun kopi yang subur menghijau sepanjang lereng gunung sering menjadi tempat persinggahan para pelancong.
Di sana, bukan hanya aroma kopi yang semerbak atau pemandangan alam yang memukau, tetapi juga kawanan kera hitam yang hidup bebas, menjadikan tempat itu penuh kehangatan dan cerita.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Keluarga Hartanto, dalam setiap perjalanan menuju Palu, selalu menyempatkan diri berhenti di kebun kopi. Pak Hartanto tak pernah lupa membeli pisang di pasar sebelum perjalanan dimulai. Anak bungsunya, Ridho, sangat menantikan momen ini. Bagi Ridho, pertemuan dengan kawanan kera hitam adalah bagian paling menyenangkan dari perjalanan.
Di antara kawanan kera itu, ada satu yang istimewa. Ridho menamainya Bobon. Kera hitam ini lebih dari sekadar hewan liar. Bobon cerdas, punya tatapan yang seolah mampu memahami kata-kata manusia. Ridho pertama kali bertemu Bobon ketika kera itu menepuk kaca mobil mereka, meminta pisang dengan sopan. Tidak seperti kera lainnya yang berebutan dengan kasar, Bobon menunggu dengan tenang.
“Dia pintar sekali, Bu!” seru Ridho saat itu. Sejak pertemuan pertama, persahabatan mereka tumbuh. Ridho selalu membagi pisangnya dengan Bobon, bahkan sering menyisihkan waktu bermain bersama di pinggir jalanan kebun kopi.
Hari itu, keluarga Hartanto kembali melewati kebun kopi. Ridho bersemangat, membawa satu sisir pisang khusus untuk Bobon. Saat mobil berhenti, Bobon langsung muncul dari balik semak-semak. Ridho berlari kecil, menyodorkan pisangnya sambil tertawa riang.
“Bobon! Ini buat kamu!” kata Ridho.
Bobon meraih pisang itu dengan hati-hati, lalu mengupasnya. Namun, alih-alih memakannya sendiri, Bobon memanggil kawanan kecil kera lainnya, membagikan pisang itu dengan mereka. Ridho tertegun. “Dia baik sekali, Ayah. Bobon tidak pernah egois,” katanya sambil tersenyum.
Setelah makan, Ridho mengeluarkan mainan bola kecil dari tasnya. Bobon langsung antusias. Mereka bermain lempar tangkap, dan Bobon dengan cekatan menangkap bola menggunakan tangannya yang lincah. Bahkan, Bobon menunjukkan trik melempar bola kembali dengan kakinya, membuat Ridho dan keluarganya kagum.
Di tengah permainan, tiba-tiba Bobon melakukan sesuatu yang tak terduga. Dia mengambil topi Ridho yang tergeletak di atas tanah dan memakainya dengan gaya lucu. Bobon berdiri dengan kedua tangannya di pinggang, bergaya seperti seorang koboi. Ridho dan keluarganya tertawa terbahak-bahak.
“Bobon, kamu lucu sekali!” Ridho berkata sambil berusaha mengambil kembali topinya. Namun, Bobon malah berlari-lari kecil mengelilingi Ridho, seolah ingin bermain kejar-kejaran. Ketika Ridho akhirnya berhasil mengambil topinya, Bobon bertepuk tangan seperti sedang menyoraki kemenangan Ridho. Semua orang yang menonton ikut tertawa melihat kelucuan mereka.
“Lihat, Bu, Bobon benar-benar pintar!” Ridho berteriak senang. Keceriaan mereka menarik perhatian pengendara lain, yang berhenti untuk menonton. Bobon menjadi pusat perhatian, tetapi dia tetap fokus pada Ridho, sahabat kecilnya.
Namun, kebahagiaan itu harus berakhir. Keluarga Hartanto harus melanjutkan perjalanan. Saat Ridho melambai untuk berpamitan, Bobon mendekat. Tatapan matanya sedih, seolah tahu mereka akan berpisah. Ridho berjongkok, memeluk Bobon erat.
“Jaga diri ya, Bobon. Aku akan kembali lagi nanti,” bisik Ridho.
Bobon mengeluarkan suara lirih, tangannya menepuk-nepuk punggung Ridho. Ketika pelukan itu terlepas, Bobon mengambil daun besar dari dekatnya, melipatnya dengan cermat, dan memberikannya pada Ridho.
“Apa ini, Bobon?” tanya Ridho sambil tersenyum. Pak Hartanto, yang melihat kejadian itu, berkata, “Mungkin itu tanda persahabatan dari Bobon, Nak.”
Saat mobil berjalan menjauh, Ridho menoleh ke belakang, melihat Bobon berdiri di tepi jalan, melambaikan tangannya yang kecil. Air mata Ridho menetes, merindukan pertemuan berikutnya.
Hari itu, Ridho belajar tentang persahabatan sejati dari seekor kera hitam yang cerdas, lucu, dan penuh kasih sayang. Di balik kebun kopi yang indah, Bobon tetap menjadi kenangan yang abadi dalam hati Ridho dan keluarganya.
*penulis adalah Sekretaris Diskominfo SP Kabupaten Banggai*