Pengunjuk Rasa, Tolak Ajakan Bupati Buol Untuk Diskusi
SUARAUTARA.COM, BUOL – Setelah memimpin rapat penyelesaian Kasus DAK di beberapa sekolah dan kecurangan seleksi CASN baru-baru ini, Bupati Buol Amirudin Rauf, menemui langsung para pengunjuk rasa untuk mengajak dialog, agar massa aksi yang menyampaikan tuntutannya dengan baik, sehingga bisa di tindak lanjuti oleh Pemkab Buol.
Namun, dari pantauan awak media, massa aksi menolak ajakan Bupati untuk berdialog dan menyampaikan tuntutannya.Mereka memilih “tidak” berdiskusi sama sekali.
Hal ini sangat di sayangkan, sebab, dalam tradisi aksi selama ini, setiap aksi demonstrasi memiliki tuntutan yang harus di jawab dan tindak lanjuti oleh pemerintah. Massa aksi memilih pulang dan tidak menyampaikan tuntutanya.
Kali ini sikap Demokratis yang ditunjukkan oleh Bupati dengan mengajak massa aksi untuk berdialog adalah cerminan kepribadian Beliau yang tidak mau membicarakan orang di belakang.
Bupati sangat identik dengan diskusi dan debat, karena menurut Amirudin solusi dari sebuah masalah adalah diskusi. Karena informasi satu arah, hanya akan menebar hoax dan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat.
Dalam beberapa kesempatan baik Kasus Covid-19, maupun beberapa kasus lainnya, Bupati Buol mengundang para pengkritik untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasinya secara langsung.
Demikian pula sehari sebelum HUTDA Kabupaten Buol yang ke 22 th Bupati menggelar dialog bertemakan “Rakyat Bertanya, Bupati Menjawab”, hal ini agar aspirasi dari rakyat tentang pembangunan dan kebijakan dapat di kontrol dan dimaksimalkan dengan saran dan kritikan rakyat.
Jadi, Beliau sangat menjunjung tinggi diskusi dan debat dalam menyelesaikan persoalan. Sebaliknya Beliau sangat keberatan kalau ada orang-orang yang tidak mau di ajak diskusi dan justru memilih bercerita di belakang, hal ini juga yang membedakan beliau dengan pejabat-pejabat lainya yang ketika ada aksi demonstrasi, justru memilih sibuk, keluar daerah, atau tidak mau menemui massa aksi.
Beliau merupakan salah satu pelaku sejarah gerakan mahasiswa di Makassar di tahun 1980an. Dirinya sadar bahwa aksi penting, asal dengan data dan tuntutan yang benar-benar objektif.
“Saya banyak membaca teori-teori, saya juga membaca literatur gerakan rakyat, baik People Power di Filipina, Zapatista di Amerika Latin, tetapi saya tidak pernah temukan ada aksi yang tidak punya tuntutan” ujarnya Bupati.
Di era keterbukaan sekarang ini sikap beliau patut untuk diapresiasi dan kita dukung sepenuhnya karena secara obyektif sepertinya sulit kita dapatkan pemimpin yang mau temui massa aksi, bahkan menghadirkan seluruh Pimpinan OPD agar semua tuntutan di jawab oleh pejabat tekhnis terkait.
Bagi Bupati, aksi demonstrasi adalah suatu komunikasi dua arah, antara demonstran dan pemerintah yang perlu menjawab dan menindaklanjuti setiap tuntutan.
Namun yang terjadi massa aksi lebih memilih pulang dan tidak mau berdiskusi dan menyampaikan tuntutannya.
(LAN)