“Mata Air, Air Mata”: Kisah Getir Tentang Janji Pembangunan yang Menguap

Minggu, 5 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUARAUTARA. Com, LUWUK – Ketika janji pembangunan hanya tinggal kata, air mata menjadi saksi paling jujur dari penderitaan rakyat kecil. Melalui cerpen berjudul “Mata Air, Air Mata”, penulis muda Herdiyanto Yusuf menghadirkan kisah menyentuh tentang perjuangan seorang ibu di Desa Hondo yang melawan ketidakadilan dengan ember air keruh di tangannya.

Cerpen ini tayang di portal Banggai Kreatif melalui tautan https://banggaikreatif.com/blog/blog.php?id=Y3crNy91U0pmNW5FUGVEcGxNNHpVZz09.

Potret Ketimpangan di Tengah Janji Pembangunan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lewat narasi yang sederhana namun tajam, Herdiyanto menggambarkan realitas pahit masyarakat desa yang selama bertahun-tahun menanti hadirnya air bersih dari proyek pembangunan pemerintah. Namun, yang datang bukan air jernih, melainkan aliran keruh yang penuh kecewa.

Tokoh utama, Susi, menjadi simbol keteguhan seorang ibu yang kehilangan suami dan anak akibat air tercemar. Dalam cerita, ia berdiri menentang ketidakadilan dengan membawa ember berisi air keruh — lambang penderitaan sekaligus keberanian rakyat kecil menuntut hak dasar mereka.

Kritik Sosial Melalui Sastra

Mata Air, Air Mata bukan sekadar kisah duka, tetapi juga kritik sosial yang kuat terhadap gagalnya kebijakan pembangunan di daerah pedesaan. Melalui bahasa yang puitis dan penuh emosi, Herdiyanto mengajak pembaca merenungkan makna kemajuan: apakah sekadar proyek fisik, atau tentang bagaimana manusia bisa hidup lebih layak.

“Ketika janji pembangunan menguap, hanya air mata yang tersisa,” tulis Herdiyanto dalam pembuka cerpennya — kalimat yang kini ramai dibagikan di media sosial karena dinilai relevan dengan situasi nyata di banyak wilayah.

Tentang Penulis

Herdiyanto Yusuf dikenal sebagai salah satu penulis kreatif yang aktif di komunitas sastra Banggai. Karyanya banyak menyoroti kehidupan masyarakat pesisir dan pedalaman dengan pendekatan humanis serta gaya bertutur yang kuat secara emosional.

 

Berita Terkait

Memukau 1000 Penonton Lipu Celebes Festival Tunjukkan Banggai sebagai Daerah Berani Berbudaya di Mata Dunia
PWI Banggai Gelar Konferensi Kabupaten 15 November 2025 Hadirkan Ketua PWI Sulteng dan Gelar Workshop Jurnalistik
Disdikbud Gelar Lipu Celebes 2nd International Festival Ajang Banggai Promosikan Budaya ke Dunia
Merajut Rindu
Jangan Cuma Jadi Penumpang di Hidupmu: Ngulik Psikologi Manajemen Diri Biar Hidup Lebih Kece
Kabid BPBD Banggai Tutup Pelatihan KATANA Libatkan PKK Perkuat Keluarga Tangguh Bencana
Kapolres Banggai dan Kasat Intelkam Resmi Berlaku Aplikasi SKCK Online Warga Kini Bisa Urus SKCK dari Rumah
API DI LANGIT SURABAYA: SINTESIS AGUNG RESOLUSI JIHAD DAN GELORA KEBANGSAAN DALAM LAHIRNYA HARI PAHLAWAN

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 01:13 WITA

Memukau 1000 Penonton Lipu Celebes Festival Tunjukkan Banggai sebagai Daerah Berani Berbudaya di Mata Dunia

Selasa, 11 November 2025 - 15:42 WITA

PWI Banggai Gelar Konferensi Kabupaten 15 November 2025 Hadirkan Ketua PWI Sulteng dan Gelar Workshop Jurnalistik

Selasa, 11 November 2025 - 12:23 WITA

Disdikbud Gelar Lipu Celebes 2nd International Festival Ajang Banggai Promosikan Budaya ke Dunia

Selasa, 11 November 2025 - 03:44 WITA

Merajut Rindu

Selasa, 11 November 2025 - 02:22 WITA

Jangan Cuma Jadi Penumpang di Hidupmu: Ngulik Psikologi Manajemen Diri Biar Hidup Lebih Kece

Berita Terbaru

Sastra Seni Budaya

Merajut Rindu

Selasa, 11 Nov 2025 - 03:44 WITA