Klarifikasi Indikasi Pungli, Ketua BPD Angkat Bicara
BUOL,Suarautara.com –Kisruh terkait hasil kesepakatan dalam musyawarah antara penambang emas tradisional di bantaran sungai (Penambang Keong) dengan Pemerintah Desa Dopalak Kecamatan Paleleh, akhirnya menuai kontroversi dan menjadi dilik aduan yang dilaporkan oleh segelintir oknum kepada pihak Kepolisian Sektor Paleleh.
Menurut Sekdes Dopalak Ismail Djamani, hasil musyawarah antara pemerintah desa dengan para penambang keong yang digelar pada 17 Januari 2021 lalu, menyepakati bersama dengan hasil rumusan bilamana setiap penambang yang menambang di bantaran sungai Desa Dopalak, sama-sama menyetujui untuk memberikan kontribusi dalam membantu penyediaan BBM Alat Berat dalam upaya normalisasi pengerukan sungai Kalimas Desa Dopalak.
“Salah satu hasil dalam musyawarah tersebut yaitu setiap penambang keong memberikan kontribusi sebesar Rp.200.000 per sepuluh hari, dan ini disepakati dan disetujui bersama oleh penambang dan pemerintah desa, “tutur Ismail saat dikonfirmasi Rabu (02/06/2021).
Lanjutnya lagi, masalah ini menjadi lucu dan makin tidak masuk akal ketika hasil musyawarah yang notabene disepakati bersama kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian sebagai bentuk Pungutan Liar (Pungli).
Ironisnya lagi, dasar laporan ini lebih mengarah kepada komplain segelintir oknum diluar pelaku usaha penambang keong, atas kebijakan pemerintah desa yang mengalokasikan anggaran tersebut untuk membantu upaya normalisasi sungai dan pembiayaan peringatan Hari Ulang Tahun Desa.
Sementara itu Ketua Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Desa Dopalak Jasrin Konio, kepada media ini mempertegas bilamana hasil kontribusi yang dibebankan kepada pengusaha tambang keong ini adalah murni melalui musyawarah yang disetujui bersama pihak pemerintah desa.
“Alokasinya jelas dan peruntukkannya juga jelas, yang tidak jelas malah oknum yang melaporkan masalah ini kepada pihak kepolisian, “ujar Jasrin menambahkan.
Atas aduan untuk hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di desa, seyogyanya kami dari BPD yang menjadi barisan paling depan dalam menentang dan menolak, apabila terjadi penyimpangan pemerintah desa dalam mengeluarkan kebijakan.
Olehnya kata Jasrin, pihaknya meminta agar aparat kepolisian dalam melakukan penanganan masalah ini secara Presisi sesuai program Kapolri, dengan mengedepankan pelayanan publik yang bersifat kekeluargaan dan Restoratif Justice
“Namun jika dalam penyelesaian masalah ini ada bahkan terdapat unsur mengajak, menghasut ataupun mengadu domba seperti yang dijelaskan dalam Pasal 160 KUHP, kami memohon dengan sangat agar pihak penegak hukum untuk memberikan sanksi sesuai prosedur hukum yang berlaku, “tutup Jasrin mewakili Lemabaga BPD Desa Dopalak.(irf)