Suarautara.com, Bolmong – Dalam rangka mengangkat dan mengingat kembali begitu banyak situs dan cerita sejarah daerah yang hingga kini terkikis oleh perkembangan jaman yang semakin pesat dan maju, sehingga perlu adanya wadah diskusi untuk mengangkat kembali memori sejarah bagi masyarakat maupun generasi muda Bolmong.
Berangkat dari hal diatas, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Bolaang Mongondow Kotamobagu Sulut (STIT BMKS) melaksanakan seminar dan dialog kebudayaan bertempat di balai pertemuan umum (BPU) desa Bolaang Satu Kecamatan Bolaang Timur, Kamis (14/10/2021).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan yang prakarsai oleh para Mahasiswa KKN STIT Posko desa Tadoy Satu dan Posko desa Bolaang Satu ini mengangkat tema “membangun budaya sebagai jati diri Masyarakat Bolmong ” dan melibatkan budayawan serta sejarawan dari pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR) dan Monibi Institute.
Turut hadir dalam kegiatan ini seluruh stakeholder pemerintah kecamatan Bolaang Timur serta 5 badan eksekutif mahasiswa (BEM) serta 5 OSIS dari beberapa sekolah menengah tingkat atas diwilayah pantura Bolmong.
Supriadi Dilapanga SE. MM dalam arahannya mengapresiasi kegiatan seminar dan dialog kebudayaan yang diprakarsai mahasiswa KKN STIT,
” Jujur, saya atas nama pribadi dan mewakili pemerintah kecamatan sangat mengapresiasi kegiatan seminar dan dialog hari ini, memang jika ditelusuri lebih spesifik lagi, desa ini merupakan tempat yang tepat, karena desa ini memiliki beberapa situs sejarah yang erat kaitannya langsung dengan kerajaan Bolmong, “ terang Herdi sapaan akrabnya dihadapan masyarkat peserta dialog, Mahasiswa dan para siswa-siswi dari berbagai sekolah.
Herdi yang juga alumni Fekon Unsrat Manado ini menambahkan, bahwa seiring perkembangan jaman, kebudayaan serta adat istiadat Mongondow sudah semakin terkikis, sehingga tema yang diangkat pada dialog dan seminar ini sudah sangat tepat.
Pegiat sejarah sekaligus narasumber dari PS2BMR Wahyu Pratama Andu dalam pemaparan materi sejarah kerajaan Bolmong mengatakan, bahwa Bolaang merupakan halaman depan ketika bicara sejarah kerajaan Bolmong, karena sebelum pusat pemerintahan dipindahkan ke kotobangon, Bolaang merupakan negeri pertama yang menjadi pusat pemerintahan yang berdaulat pada masa itu, sehingga phase pemerintahan menjadi dua, yakni Phase Manado Bolaang dan Phase Bolaang Kotobangon, dimana phase ini pemerintahan sudah dipindahkan ke Kotobangon sebelum Bolmong bergabung dengan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), “ sehingga sangat pantas di juluki negeri para raja-raja, karena ada 3 makam raja dan keluarganya berada di lokasi Jere (Bukit) yang ada desa Bolaang,” ucap Wahyu yang didampingi direktur MONIBI INSTITUTE, Uwin Mokodongan.
Ketua Panitia sekaligus moderator seminar, Rivai Mokoginta saat ditemui di lokasi kegiatan mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah terlibat dan ikut mensukseskan kegiatan ini, terutama pemerintah kecamatan Bolaang Timur, pemdes Tadoy Satu dan Bolaang Satu yang sudah membantu pelaksanaan ini, “ ini merupakan tugas yang diperintahkan oleh pihak akademik kepada kami mahasiswa KKN, untuk menggali dan membahas situs sejarah yang berada di wilayah Bolaang Timur,” tukas Rivai yang juga dikenal sebagai aktivis BMR ini.
Rivai melanjutkan, bahwa kegiatan seminar dan dialog budaya ini melahirkan 2 rekomendasi, yakni menetapkan desa Bolaang Satu sebagai desa budaya, sehingga semua situs sejarahnya harus dijaga dan dilestarikan. Kemudian yang kedua pihaknya meminta kepada pemerintah Bolmong untuk membangun replika Komalig (istana kerajaan) di desa Bolaang. “ Dalam waktu dekat ini kami akan menyerahkan Draft kepada DPRD Bolmong dapat dimasukkan pada program inisiatif DPRD, dan kemudian dapat diterapkan menjadi PERDA”. Pungkasnya.
[uchanpanigoro]