Hukum & Kriminal

Dijadikan Tersangka Penganiayaan, Oknum Kades Mangubi Beberkan Bukti Fakta dan Minta Keadilan

BERITA BUOL I SUARAUTARA –  Oknum Kades Mangubi Satriano  (33) tengah menjadi sorotan lantaran kabar bahwa dirinya baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik satuan reserse kriminal Polres Buol melalui surat bernomor : S.tap/12/RES/.1.6./2023 /Satreskrim dalam sebuah kasus penganiayaan terhadap dua ART yakni HD (41) dan MT (46) tak lain adalah warga desa Mopu dan Tayadun kecamatan Bokat Kabupaten Buol, Sulteng.

Dalam kasus tersebut, Satriano mengeluarkan bukti – bukti kronologis awal kejadian perkara, penganiayaan terhadap 2 ART yang ramai diberitakan dan tengah dilaporkan ke Polres Buol.

Satriano membeberkan bukti – bukti fakta dan keterangan saksi  usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 20 Januari 2023 dan akan dipanggil pada oleh pihak Pidum Polres Buol.

Bukti-bukti dan kronologis terjadinya insiden penganiayayan yang dituduhkan tersebut dibeberkan lantaran dirinya tidak terima ditetapkan sebagai tersangka, karena dia lah yang seharus dirugikan dan menjadi korban keretakan rumah tangga yang diduga disebabkan oleh kedua pelapor yakni HD (41) dan MT (46).

Maka dari itu, Satriano yang juga kepala desa Mangubi itu, ingin membuktikan bahwa dirinya adalah korban dari dugaan tidakan penghasutan dan bukan mala sebaliknya pelaku kekerasan yang dituduhkan kepadanya.

Dalam keterangan Satriano serta saksi dan bukti-bukti kronoligis kejadian yang sudah disampaikannya dalam BAP beberapa waktu lalu, dirinya menjelaskan asal muasal terjadi cekcok antara oknum Kades Mangubi dengan kedua pelapor di sebuah bekas rumah makan yang ada di desa Kantanan kecamatan Bokat.

Awalnya Satriano ingin menjemput istrinya yang sudah tiga bulan meninggalkan rumahnya dengan 4 orang anakknya yang masih kecil, dan menjuju tempat kedua pelapor yang diketahui juga belum melapor ke pemerintah desa setempat.

Meneurut penuturannya pada Saat itu diduga istrinya disembunyikan kedua pelapor, Bahkan Satriano menceritakan soal penganiayaan yang dituduhkan kepadanya penganiayaan dengan mengunakan Parang.

Satriano juga menceritakan bagaimana perilaku pelapor yang dinilai tidak menghargainya sebagai seorang kepala desa yang merupakan pemangku adat tertinggi di desa yang disangat di hormati warga.

“ Saya hanya ingin menyelamatkan nama baik saya sebagai kepala desa. sudah banyak informasi masyarakat yang mengatakan istri saya terlihat ada di Buol bersama kedua pelapor, bahkan ayah saya sendiri mengatakan istri saya bersama perempuan lain sedang berboncengan diatas motor, semua bukti-bukti percakapan istri saya dan mereka saya kantongi dan diduga semua ini diatur, agar saya dan istri saya pisah dan rumah tangga saya berantakan,” cerita Satriano yang di akui istrinya, kepada media ini, Sabtu (22/1/2022).

Bahkan menurut Satriano pelapor diduga memberikan keterangan palsu dan seakan dibesar-besarkan persoalan ini seakan-akan semua kesalahan diarahkan kepada dirinya.

“ saya tidak tau apa motif mereka seakan menjebak saya dalam persoalan ini, saya sangat menyayangkan hubungan kedekatan secara kekeluargaan selama ini, toh akhirnya rumah tangga saya hampir berantakan,” kesal Satriano.

Karena merasa kesal dengan perbuatan pelapor, diduga menyembunyikan keberadaan Istri dari oknum kades, maka terjadi cekcok antara ST dan kedua pelapor dilokasi kejadian yang pada saat itu, ada saksi mata.

Satriano menjelaskan soal laporan penganiayaan menggunakan parang untuk menganiaya itu tidak benar adanya, dan dibesar-besarkan. Sebagai seorang kades, dirinya masih dalam keadaan sadar. Dan mengatakan bahwa Parang tersebut Ia gunakan untuk mencongkel kunci stir motor miliknya untuk dibawah pulang karumah, karena alasannya dengan ditahannya motor, Istrinya tidak lagi jalan-jalan dengan kedua pelapor.

“ Parang itu biasa saya simpan di mobil setiap ke kebun, dan kondisinya berkarat karena kadang dipakai, itupun kondisinya sudah rusak atau tidak kuat lagi eratannya dengan pegangannya, sehingga pada waktu saya mencongkel motor yang digunakan istri saya, parang dan pegangannya terpisah. Dan saat itu parangnya saja yang saya pegang, sedang pegangannya yang terpisah tertinggal di lokasi kejadian perkara. Nah anehnya, pegangan parang itu dijadikan alat bukti satu-satunya, bawa saya menganiayaya pelapor dengan parang, beber Satriano.

“ Semua bukti-bukti baik percakapan melalui pesan wastapp yang diduga menghasul istri saya untuk melakukan perlawanan dan diduga dengan sengaja memancing emosi saya, itu sudah saya kantongi, saya menganggap diri saya dijebak dengan persoalan ini, maka dengan ini saya meminta keadilan seadil-adilnya atas kejadian ini, keterangan pelapor tidak boleh dijadikan landasan kuat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, dengan kejadian ini saya tidak tinggal diam dijadikam objek karena jabatan yang melekat kepada saya sebagai Kades. Dan masyarakat sangat tau persis dengan saya,” kesal Satriano mengatakan juga mengaku menjadi objek pemberitaan miring dan merusak citra saya dengan pencemaran nama baik.

Kondisi 4 anak tersangka saat ditingal istri selama 3 bulan

“ Saya sangat koperatif dan tidak melawan hukum, namun sebuah kebenaran harus di perjuangkan. Saya telah ditetapkan sebagai tersangka, dan saya memohon dan meminta adanya penyelesaian di tingkatan Restorasi Justice (RJ) dengan pihak pelapor serta penanguhan penahanan atas surat ketetapan yang ada,” terang Satriano yang saat itu didampingi istrinya.

Kepada media ini Satriano lebih jauh menerangkan bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa saya akan melarikan diri, selain itu adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa saya akan merusak atau menghilangkan barang bukti, kemudian bahwa saya akan mengulangi tindak pidana yang sama.

“ Maka dari itu saya punya alasan obyektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih,” tukas Satriano sembari mengatakan akan melaporkan balik, atas pencemaran nama baiknya baik di medsos dan pemberitaan yang merugikan dirinya.

Satriano melanjutkan, bahwa berdasarkan Pasal 351 ayat 1 bahwa Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dan ayat 5 yakni percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidanakan.” Terang Satriono.

Harusnya menurut Satriano penyidik lebih teliti dalam menangani kasus yang menimpa dirinya. sebab kejadianya bukan unsur kesengajaan dan spontanitas kemudian dalam keadaan emosi, Lebih-lebih menurut Satriano hal ini baru pertama kali terjadi seumur hidupnya.

“ saya meminta kepada penyidik untuk tetap mengacu terkait surat edaran kapolri nomor 8 tahun 2021, tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan Restoratif atau sering disebut Restoratif Jaustice, dan bahkan sebelumnya saya sudah melayangkan surat mediasi perdamaian dan penghentian penyidik pada  tanggal, 19 Januari 2023, “pungkasnya. ***

surat permohonan mediasi perdamaian dan penghentian penyidik an tanggal 19/1/2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button