DIYA’ KO OYA : “Mononalow, Bo Bobuta’an Doman”

Senin, 27 Desember 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DIYA’ KO OYA’

Mononalow, Bo Bobuta’an Doman”

Oleh : Subagio Manggopa,S.Pd (Penulis adalah Pemerhati Budaya dan Pendidikan Bolmong)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

MENGAMBIL hak orang lain itu akan mendapat kesengsaraan di hari kiamat. Hal ini saya pahami betul sesuai ajaran agama saya – dengan tegas Nabi memberi peringatan sebagaimana hadits Nabi : “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR. Bukhari).

Hal ini juga ditegaskan dalam Qur’an surat Al Baqarah ayat 188 : “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

‘Mengambil hak orang lain’ dapat berupa barang, hewan, harta maupun tanah. Jika kalimat ini kita ganti bahasa “Melayu – Manado,” menjadi kata “papancuri.” Kata ini biasanya sering digunakan sehari-hari. Kalau di Mongondow, ‘pencuri/papancuri’ disebut “Mononalow’’ atau sering pula diistilahkan “Bobuta’an.” Sepintas, maknannya sama. Akan tetapi, pemaknaannya akan berbeda tergantung dan merujuk pada apa yang diambil.

 

Tapi di sini, saya tak hendak ingin memperdebatkan maknanya. Saya hanya langsung pada substansinya saja. Tapi sebelumnya, saya ingin meluapkan kemarahan dan kekesalan saya dengan satu pesan : “Ingat kubur Bosque!” Walaupun demikian, saya masih tetap berfikir positif, mungkin dia sedang kesusahan. Jika demikian adanya, In Shaa Alloh, saya Ikhlas. Namun yang menjadi persoalan, peristiwa ini kerap berulang. Bukannya manja dan pengen curhat, sekali pun ini benar, kepada Pemerintah Desa yang saya sebut dengan takjim : Sangadi – dengan harapan ada peraturan desa untuk menertibkan perbuatan yang sudah mengganggu kenyamanan dan ketertiban masyarakat.

 

Jika saja, hukum adat di setiap desa itu masih ada dan diberlakukan, pasti tidak ada yang namanya ‘mengambil hak orang lain.’ Seingat saya, orang tua pernah bercerita, dulunya di desa saya, pernah diberlakukan hukum adat. Diantaranya hukum adat yang diberlakukan itu, sanksi kepada para pencuri. Jika mereka tertangkap, mereka akan diarak berkeliling kampung membawa hasil curiannya sambil berteriak agar masyarakat tidak mengikuti perbuatannya serta tidak mengulangi lagi perbuatannya.

 

Saya kira juga, tanpa meluputkan bagian lainnya, pemberlakuan hukum adat di desa tak hanya sekedar efek jerah, melainkan lebih dari itu, memberikan perlindungan atas tanah adat dan hak ulayat masyarakat hukum adat. Sayangnya, hukum adat di desa dalam perkembangannya mulai ditinggalkan. Dan pada akhirnya kita pun akan kehilangan hak yang harusnya menjadi milik kita.

 

Kejadian serupa yang terjadi di desa Toruakat. Tapi itu bukan kasus seperti yang saya alami. Peristiwa ini lebih menyayat hati bagi masyarakat Toruakat yang diambil tanah/lahan mereka oleh orang lain. Sebagai orang Mongondow, yang lahir dan besar di tanah Mongondow, saya juga amat kesal dengan kejadian ini. Dengan gampangnya, ‘orang-orang’ ini merampas hak masyarakat. Apakah tanah di Mongondow ini dengan seenak udelnya dapat dimiliki begitu saja? Di mana pemerintah desanya di sana? Mudah-mudahan saja mereka, tak hanya tidur sembari bermimpi dapat durian runtuh.

 

Kemarin sore, saya sempat menanyakan perihal ini kepada sepupu saya di Toruakat. Dia pun membenarkan bahwa lahan perkebunan mereka diambil oleh seseorang dan sudah ada suratnya. Menurutnya, ”Ada indikasi, bahwa lahan tersebut akan dijual kepada pihak perusahaan.” Lalu, siapakah yang berani mengeluarkan surat yang dikantongi oleh orang itu? Karena menurut dia, “Sangadi tidak mengetahui persis siapa yang mengeluarkan surat keterangan itu.”

 

Jika benar demikian, itu berarti mereka telah memalsukan surat tersebut. Dan itu perbuatan melanggar hukum. Serta “wajib” hukumnya Pemerintah desa di sana membawa urusan ini ke pengadilan. Sebagai orang nomor satu di desa, sangadi harus proaktif menuntut dan memperjuangkan tanah milik masyarakat agar tidak jatuh kepada pihak lain. Apalagi, tanah itu sudah menjadi perkebunan masyarakat secara turun-temurun – mereka merupakan pihak yang secara nyata lahiriah menguasai lahan tersebut (bezitter).

 

Akhirnya, saya berharap semua pemangku kebijakan di desa, tidak membiarkan perbuatan penjarahan yang membuat masyarakat terusir dari tanah/lahan mereka sendiri. Masyarakat memiliki kedaulatan atas tanah, kekayaan harta benda, kehidupan sosial dan budaya yang harus dijaga dan dilindungi oleh pemerintah setempat. Pun, kepada ‘kalian’ yang dengan berani ‘mengambil hak orang lain,’ di tanah Mongondow itu adalah ‘aib’ yang secara turun-temurun akan dikenang sebagai ‘Mononalow.’

Berita Terkait

Angin Puting Beliung Rusak Asrama Polsek Balantak, Kerugian Capai Rp20 Juta
Rem Blong, Truk Bermuatan Gas Terbalik di Balantak Selatan, Polisi dan Warga Sigap Evakuasi
Bupati Banggai Melepas Jenazah dr. Ida Bagus Subrata Pidada untuk Dikremasi
Pejabat Bupati Minahasa Hadiri HUT Ke-205 Desa Kaima, Dorong Pengembangan Pariwisata Danau Tondano
Kaban BPKAD Banggai Mari Sambut Ramadhan 1446 H ” Pesan Ibadah dan Kepedulian “
Bupati Banggai Hadiri Pengajian dan Khataman Al-Qur’an di Toili Sambut Bulan Ramadhan 1446 H
Bupati Sigi Buka Resmi Festival Kerambangan of Celebes
Saka Bhayangkara Polsek Bualemo Gelar Aksi Bersih Pantai, Warga Diharap Ikut Peduli

Berita Terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 13:05 WITA

Angin Puting Beliung Rusak Asrama Polsek Balantak, Kerugian Capai Rp20 Juta

Minggu, 16 Februari 2025 - 12:51 WITA

Rem Blong, Truk Bermuatan Gas Terbalik di Balantak Selatan, Polisi dan Warga Sigap Evakuasi

Minggu, 16 Februari 2025 - 11:40 WITA

Bupati Banggai Melepas Jenazah dr. Ida Bagus Subrata Pidada untuk Dikremasi

Minggu, 16 Februari 2025 - 06:03 WITA

Pejabat Bupati Minahasa Hadiri HUT Ke-205 Desa Kaima, Dorong Pengembangan Pariwisata Danau Tondano

Minggu, 16 Februari 2025 - 00:03 WITA

Kaban BPKAD Banggai Mari Sambut Ramadhan 1446 H ” Pesan Ibadah dan Kepedulian “

Berita Terbaru