Ketika Sekolah Tak Lagi Jadi Pilihan

Jumat, 31 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : RIDAYATI

Pendidikan merupakan kunci utama untuk membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik. Namun, kenyataannya tidak semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan hingga tuntas. Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana anak-anak menanam mimpi dan belajar menatap masa depan. Namun, bagi sebagian anak, sekolah justru menjadi kenangan yang tertinggal. Mereka berhenti bukan karena tak ingin belajar, melainkan karena keadaan dan pilihan hidup yang berbeda.

Di sebuah desa kecil, terdapat dua kisah anak putus sekolah dengan latar belakang yang berbeda, namun keduanya sama-sama kehilangan kesempatan untuk belajar dan berkembang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rani, seorang gadis yang cerdas dan rajin. Rani adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi guru agar bisa mengajar anak-anak di desanya. Setiap pagi, ia berjalan kaki sejauh tiga kilometer menuju sekolah dengan penuh semangat. Namun, kondisi keluarganya yang serba kekurangan membuat langkah itu perlahan terhenti. Ayahnya baru saja meninggal  sedangkan ibunya berpenghasilan tidak menentu bekerja mencuci pakaian tetangga, juga buruh tani di Perkebunan sawit milik tetangga dengan mengumpulkan brodolan sawit yang dihargai  dua puluh ribu rupiah per karung untuk menambah biaya hidup. Saat biaya sekolah dan perlengkapan semakin berat, Rani memilih berhenti.
Penghasilan yang pas-pasan sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, apalagi membayar perlengkapan sekolah.

Dengan berat hati, Rani harus berhenti sekolah ketika duduk di bangku kelas Tujuh. Setiap hari, ia membantu ibunya.  Bukan karena ia menyerah, tetapi karena ia ingin membantu meringankan beban orang tuanya. Kini, setiap hari Rani membantu ibunya mencuci pakaian juga ikut membantu saat bekerja di kebun sawit , sambil sesekali memandangi anak-anak lain yang masih mengenakan seragam sekolah. Dalam hatinya, ada rindu yang tak bisa diucapkan—rindu untuk kembali ke ruang kelas dan memegang buku pelajaran.

Walaupun hatinya masih ingin bersekolah, keadaan memaksanya untuk mengubur mimpi itu dalam-dalam. Ia menyadari bahwa keluarganya lebih membutuhkan bantuannya daripada sekadar mengejar cita-cita yang kini terasa jauh.

Berbeda dengan Rani, Bima justru berawal dari keluarga yang cukup mampu. Orang tuanya memiliki usaha warung dan kebun kelapa sawit. Namun, Bima memiliki pandangan hidup yang berbeda. Ia merasa sekolah bukanlah jalan satu-satunya untuk sukses. Ketika liburan, Bima pernah bekerja membantu pamannya di bengkel motor dan mendapatkan uang sendiri. Pengalaman itu membuatnya merasa lebih bebas dan bangga karena bisa menghasilkan uang tanpa harus duduk di bangku sekolah.
Sejak saat itu, semangat belajarnya menurun. Ia sering bolos, tidak mengerjakan tugas, dan akhirnya memutuskan berhenti sekolah karena merasa lebih senang bekerja.

Meski orang tuanya sudah berulang kali menasihati, Bima tetap bersikeras untuk tidak kembali ke sekolah. Ia yakin bisa sukses dengan bekerja, tanpa harus mengandalkan ijazah. Namun, tanpa ia sadari, waktu terus berjalan dan kesempatan belajar yang dulu terbuka kini mulai tertutup perlahan.

Dua kisah ini menggambarkan dua sisi kenyataan yang sama pahitnya. Rani terpaksa berhenti karena kemiskinan, sementara Bima memilih berhenti karena kehilangan semangat dan arah. Keduanya kini berjalan di jalur yang berbeda, tetapi keduanya sama-sama kehilangan kesempatan berharga untuk belajar dan berkembang.

Kesimpulan dan Saran

Sekolah seharusnya tidak pernah menjadi beban, melainkan jalan menuju cita-cita. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak anak yang harus memilih jalan lain karena keterbatasan atau pandangan yang keliru. Dengan dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah, semoga tidak ada lagi anak yang harus berkata, “Sekolah tak lagi jadi pilihan.”

Harapan

Melihat kisah seperti Rani dan Bima, hadirnya program pemerintah Kabupaten Banggai “Ade Kembali Sekolah” membawa harapan baru. Program ini menjadi jembatan bagi anak-anak yang pernah berhenti sekolah untuk kembali melanjutkan pendidikan. Melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan dukungan masyarakat, anak-anak seperti Rani bisa mendapatkan bantuan biaya dan semangat untuk kembali belajar.
Sementara bagi anak-anak seperti Bima, program ini diharapkan mampu membuka mata mereka bahwa pendidikan bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Toili, 30 Oktober 2025

Berita Terkait

Ketua Komisi IV DPRD Sulteng Kunjungan ke Banggai Pemerintah Daerah Siap Perkuat Sinergi Bidang Kesra
Bupati Banggai Tunjuk dr Budiyanto Uda a Sebagai Plt Direktur RSUD Luwuk
Kadishub Banggai Farid Hasbullah Karim Dapat Apresiasi dari Wakil Ketua dan Anggota Komisi III DPRD Terkait Capaian Serapan Anggaran 2025
Anggota Komisi III DPRD Banggai Tekankan Percepatan Serapan Anggaran 2025 di Tengah Waktu yang Mepet
Belajar Seru di Mako Gegana, Anak Tak Joyful Kids Kenalan dengan Brimob
Tinjau Lokasi Banjir Desa Muntoi, Kapolres Kotamobagu Imbau Warga Jauhi Bantaran Sungai
Kepala Cabang BSI Luwuk Ucapkan Selamat atas Penunjukan dr. Budiyanto Uda’a sebagai Plt Direktur RSUD Banggai
Akbar Resmi Jabat Kajari Banggai Kajati Sulteng Tekankan Profesionalitas dan Integritas Penegakan Hukum

Berita Terkait

Jumat, 31 Oktober 2025 - 21:30 WITA

Ketua Komisi IV DPRD Sulteng Kunjungan ke Banggai Pemerintah Daerah Siap Perkuat Sinergi Bidang Kesra

Jumat, 31 Oktober 2025 - 15:12 WITA

Bupati Banggai Tunjuk dr Budiyanto Uda a Sebagai Plt Direktur RSUD Luwuk

Jumat, 31 Oktober 2025 - 14:59 WITA

Ketika Sekolah Tak Lagi Jadi Pilihan

Kamis, 30 Oktober 2025 - 23:39 WITA

Kadishub Banggai Farid Hasbullah Karim Dapat Apresiasi dari Wakil Ketua dan Anggota Komisi III DPRD Terkait Capaian Serapan Anggaran 2025

Kamis, 30 Oktober 2025 - 22:21 WITA

Anggota Komisi III DPRD Banggai Tekankan Percepatan Serapan Anggaran 2025 di Tengah Waktu yang Mepet

Berita Terbaru

Sastra Seni Budaya

Langit di Ujung Dermaga (Cerpen)

Sabtu, 1 Nov 2025 - 00:15 WITA